Sejarah Umat Islam Di Thailand

Cipto 23 *)

Mendengar kata Gajah Putih pikirin ini lansung dibawa pada negara yang memiliki keindahan alam yang juga banyak memiliki kesamaan dengan negara Indonesia. Baik warna kulit maupun ideologi. Karena penyebaran agama Islam di Thailand tidak bisa lepas dari peran Raja Zainal Abidin dari kerajaan Samudra Pasai yang ditaklukkan oleh kerajaan Siam.

Saat Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand), banyak orang-orang Islam yang ditawan. Ketika itu Raja Zainal Abidin-lah salah satu tawanan kerajaan Siam yang kemudian di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar uang tebusan. Kemudian para tawanan yang telah bebas itu ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand dan menyebarkan agama Islam di wilayah Thailand Selatanyang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Pada tahap pertama warna dakwah Islam adalah Tasawuf dan Mistik, setidaknya sampai pada abad ke-17. Hal ini karena dirasa paling cocok dengan latar belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh asketisme Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan lokal dan tarekat. Kecenderungan ini lebih sejalan dengan tradisi semacam itu. Sehingga ditemukan bahwa terdapat nama-nama ulama sufi terkenal sebagai penyebar Islam. Di antaranya adalah Syiekh Syafiuddin Ahmad Ad Dajjani Al-Qusyasyi. Seorang keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad s.a.w). Diceritakan juga bahwa ada dua orang yang sezaman/bersahabat karib yang sama-sama menjalankan aktivitas dakwah Syeikh Syafiuddin di Pattani, banyak yang menduga bahwa baliaulah yang pertama mengislamkan Pattani.
Barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan karena Pattani memeluk Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau ke Pattani, bahkan Pattani dianggap tampat yang telah lama menerima Islam tak ubahnya seperti di Aceh juga.

Negara bukan Islam yang berjulukan Negara Gajah Putih, tercatat minoritas kaum Muslim yang berjumlah sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa dari penduduk Thailand. Mayoritas Muslim tinggal di wilayah selatan khususnya Pattani, Yala, dan Marathiwat. Mereka kerap terdiskriminasi dalam segala sektor kehidupan. Pada saat ini mayoritas penduduk Thailand yang beragama Budha sekitar 80%. Daerah-dareh tersebut awalnya merupakan bagian dari sebuah kerajaan Melayu Islam Pattani Darusalam. Daerah yang sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat. Di antara kesultanan yang terbesar adalah Patani. Thailand sebelumnya bernama Siam yang kemudian pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan Muangthai.

Derita yang dialami masyarakat muslim di Thailand Selatan sebagai minoritas ini adalah akibat dari pembatasan ruang gerak mereka untuk memperoleh hak-haknya. Dalam bidang ekonomi, politik, dan keagamaan. Juga karena problematika klasik yang telah berlangsung lama yang menyalahi keyakinan dan nilai-nilai keislamannya. Minoritas ini menuntut pemisahan diri dan kemerdekaan seperti yang telah terjadi sebelumnya. Perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya perdamaian dan rekonsiliasi di Thailand Selatan.

Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang kurang enak untuk didengar. Yaitu Kheik atau khaek yang berarti orang luar. Secara harfiah berarti pendatang atau orang yang datang menumpang. Dalam bahasa Thai, istilah ini juga selama berabad-abad sudah dikenal untuk menyebut kaum pendatang berkulit hitam dari daerah Melayu dan Asia Selatan. Orang-orang Thai-Islam menolak sebutan ini dan menyatakan bahwa kedatangan mereka (khususnya di kawasan Thailand Selatan), jauh lebih awal daripada kedatangan orang-orang Budha Thailand.

Hingga istilah Thai-Islam dibuat pada 1940-an. Akan tetapi istilah ini menimbulkan kontradiksi karena istilah Thai merupakan sinonim dari kata Budha sedangkan Islam identik dengan kaum muslim melayu pada waktu itu. Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi Budha dan muslim pada satu waktu? Maka dari itu kaum muslim melayu lebih suka dipanggil Malay-Islam.

Daftar Bacaan:


Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,Akbar Media Eka Sarana, Jakarta, 2007
Previous
Next Post »
Thanks for your comment