Filosofi Hidup Orang Jawa

Baginda Naufal*)
 
Apa yang terbersit di pikiran Anda ketika mendengar kata Jawa? Mungkin pulau yang mempunyai penduduk terpadat di Indonesia. Atau mungkin juga identik dengan segala ke-semrawut-an politik para birokratnya yang tidak pernah menyejahterakan penduduknya. Ya, itu semua benar, tapi kali ini saya tidak akan membahas tentang hukum atau kajian politik. Tapi falsafah hidup masyarakat Jawa yang telah ada sejak dulu kala dan turun temurun.

Jika kita membuka kembali sedikit sejarah tentang tanah Jawa, tentu tidak akan lepas dari kentalnya mitos dan keangkuhan para rajanya. Di balik itu semua harus kita akui bahwa Jawa merupakan sesuatau yang sangat istimewa dan sangat menarik untuk diperbincangkan.

Kisah Aji Saka, banyaknya kerajaan besar yang bermunculan, gagalnya invasi bangsa Mongol, dakwah Wali Songo, babad pewayangan, keraton, hingga era penjajahan. Semua hanya ada di tanah Jawa dan tidak ada di daerah lain. Maka tidaklah berlebihan jika saya mengatakan bahwa tanah Jawa merupakan tanah yang istimewa. Semua hal tersebut tidak lepas dari peranan masyarakat Jawa sendiri.

Berbeda dengan masyarakat di daerah lain pada umumnya, masyarakat Jawa mempunyai cara hidup yang sangat unik. Dari golongan priyayi sampai kaum petani. Kehidupan mereka penuh akan simbol, keyakinan, cara hidup, serta adaptasi yang sangat luar biasa dengan kehidupan yang mereka jalani. Bahkan banyak keyakinan hidup yang sangat di junjung tinggi dalam kehidupan masyarakat Jawa, salah satu contoh keyakinan hidup masyarakat Jawa yang masih bisa kita temui hingga sekarang ini adalah ‘kejawen’.

jawabudayaindonesia.blogspot.com
Cara hidup kejawen merupakan cara hidup yang sarat akan simbol dan pemaknaan yang mandalam terhadap Tuhan dan alam semesta. Ritual cuci keris misalnya, ritual yang masih ada dan dapat kita jumpai pada waktu tertentu di daerah Yogyakarta. Pada ritual ini keris-keris yang ada akan dicuci dengan air dan dibersihkan sedemikian rupa hingga keris itu kembali bersih dan mengkilat.

Ritual ini telah berlangsung turun-temurun dari leluhur mereka, karena mereka percaya bahwa keris merupakan benda penghargaan dari raja yang harus dijaga dengan sepenuh hati dan rasa tanggung jawab. Keris juga bentuk pelambangan jati diri dari pemakainya. Semakin indah ukiran pada keris tersebut semakin tinggi juga kedudukan sang pemilik keris.

Dari ritual tersebut bisa dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pemaknaan yang sangat dalam untuk menjunjung tinggi budaya serta peninggalan dari leluhur mereka. Dengan simbol keris dan air mereka bisa meresapi arti dari tanggung jawab dan pelestarian warisan yang mereka punya.

Selain dari cara hidup orang Jawa yang unik, ada juga budaya menyampaikan pepatah kepada anak cucu mereka secara turun-temurun. Pepatah yang di sampaikan sangatlah unik, penuh pesan moral terhadap sesama dan lingkungannya. Salah satu contoh pepatah tersebut adalah: Urip Iku Urup, artinya Hidup itu Nyala. Maknanya adalah Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain. Semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

Karena pada hakikatnya masyarakat Jawa adalah masyarakat yang sangat suka berbasa-basi dalam hal apapun. Bahkan sekedar bertemu di jalan, serta sifat saling menghormati satu sama lain (sungkan-sungkanan), dari pola komunikasi yang dinamis inilah muncullah secara perlahan nilai dan norma kehidupan sosial masyarakat Jawa. Tidak heran jika di luar negeri masyarakat Jawa di kenal sebagai masyarakat yang paling ramah.

Dari sini kita bisa tahu, secara lisan pun orang Jawa mempunyai pemaknaan yang begitu luar biasa terhadap hidup yang mereka jalani, begitu pun kehidupan sosial mereka yang sarat makna.

Itu hanya sebagian simbol dan pemaknaan yang bisa saya jabarkan di antara puluhan ritual yang ada di tanah Jawa serta ribuan pepatah yang telah ada. Berbeda dengan filsafat Eropa yang berkembang sangat lambat dan hanya menjadi alat bantu berpikir. Hanya bisa diperoleh melalui proses terminologi atau filsafat Islam yang sangat mendamaikan dan teologi.

Filsafat Jawa bukan hadir dari dalam pikiran atau titipan Tuhan. Filsafat Jawa hadir dari keseharian mereka menjalani hidup dengan rasa syukur. Filsafat Jawa hadir dalam lingkungan mereka yang penuh dengan keharmonisan dan kemakmuran. Filsafat Jawa hadir dari alam yang telah menjaga dan membesarkan mereka. Filsafat Jawa merupakan satu-satunya filsafat yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat Jawa sederhana, bersahaja, murni hubungan anatara manusia dan alam.





Previous
Next Post »

1 komentar:

Click here for komentar
Anonymous
admin
15 October 2016 at 17:47 ×

Welldown

Congrats bro Anonymous you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar
Thanks for your comment