Ritual Keagaman Hindu di Bali

Luthfi ‘Afif *)

Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orang-orang yang menjalankan upacara. (Koentjaraningra)

Setiap agama mempunyai cara mengekspresikan ritusnya masing-masing. Ritus ini merupakan aktifitas keramat yang dilakukan oleh pemeluknya dengan tujuan berdoa dan mendapatkan berkah. Misalnya memberi sesaji, mendoakan orang mati, yang mana dalam agama Islam lebih dikenal dengan sebutan tahlilan. Sedangkan di agama Hindu biasa disebut Shradda. Ritual juga membutuhkan yang namanya tempat, Islam mempunyai masjid, Hindu punya pura, Kristen punya gereja, Budha punya vihara.

Membahas ritual dalam agama memang cukup menarik. Karena di dalamnya terbalut unsur keramat. Akan tetapi bisa di beri penjelasan karena tak ada satu pun yang dilakukan manusia tanpa adanya alasan dan penjelasan. Baik penjelasannya bersifat rasional ataupun irasional. Pada tulisan ini akan dibahas tentang ritual ngaben dan ketupat dalam agama Hindu di Bali.
“Yan wang mati mapendhem ring prathiwi salawasnya tan kinenan widhi-widhana, byakta matemahan rogha ning bhuana, haro haro gering mrana ring rat, etemahan gadgad”
Artinya “kalau orang mati ditanam pada tanah, selamnya tidak diupacarakan diaben, sungguhnya akan menjadi penyakit bumi, kacau sakit merana di dunia, menjadi gadgad (tubuhnya)….”(lontar Tatwa Loka Kertti, lampiran 5a).

Kehidupan merupan awal dari kematian. Seiring bergulirnya waktu yang tak ada seorang pun dapat menghentikannya, sebagai tanda bahwa usia tak dapat ditunda, dan kematian tak dapat di tolak, cepat ataupun lambat setiap orang pasti akan menumui ajalnya. Fenomena kematian termasuk hal yang misterius. Agama Hindu mempunyai pandangan tentang kehidupan abadi. Karena pada dasarnya yang mati adalah jasad kasar (raga). Dalam ajaran agama Hindu, jasad manusia terdiri dari badan halus (roh atau atma) dan badan kasar (fisik). Badan kasar dibentuk oleh lima unsur yang dikenal dengan Panca Maha Bhuta. Kelima unsur ini terddiri dari pertiwi (tanah), teja (api), apah (air), bayu (angin), dan akasa (ruang hampa).

Lima unsur di atas menyatu membentuk fisik dan kemudian digerakkan oleh roh. Jika seseorang meninggal, yang mati sebenarnya hanya jasad kasarnya saja sedangkan rohnya tidak. Oleh karena itu, untuk menyucikan roh tersebut, perlu dilakukan upacara Ngaben untuk memisahkan roh dengan jasad kasarnya.

Ngaben yang mempunyai arti menjadi abu merupakan upacara yang membahagiakan bagi masyarakat Bali yang beragama hindu. Ngaben secara umum didefinisikan sebagai upacara pembakaran mayat. Dalam istilah lain Ngaben berasal dari kata beya yang artinya biaya atau bekal. Beya yang berarti bekal ini berupa jenis upakara yang diperlukan dalam upacara ngaben. Di Bali, yang berkonotasi halus, Ngaben itu disebut Palebon yang berasal dari kata lebu yang artinya prathiwi atau tanah. Dengan demikian palebon berarti menjadikan prathiwi (tanah).

Tempat untuk memproses menjadi tanah disebut pemasmian dan arealna disebut tunon, tunan berasal dari kata tunu yang artinya membakar. Sedangkan pemasmian berasal dari kata basmi yang artinya hancur. Dalam melakukan upacara ngaben, ada perbedaan tingkatan, tergantung tempat, tradisi dan kemampuan. Di lihat dari besar dan kecilnya bisa di bagi menjadi tiga, antara lain : nistha (sederhana), Madhya (sedang) dan utama (besar). Ritual ini biasanya dilakukan dengan meriah. Dengan begitu ketika orang yang ekonominya rendah upacara ini bisa ditunda dengan cara dimakamkan. Selain umat Hindu etnis tionghoa yang beragama Budha juga melakukan proses ritual yang mirip dengan ngaben.

Selain ritual ngaben umat Hindu di Bali juga mempunyai ritual dengan alat yang berupa ketupat atau tipat. Dalam bahasa Bali, ketupat sebagai makanan tardisional dan melambangkan kemakmuran. Selain itu ketupat juga mempunyai fungsi sebagai hidangan buat anak kecil yang telah meninggal. Umat hindu mempunyai kepercayaan bahwa anak kecil yang mati bisa berkunjung ke rumah. Kunjungan ini bukan setiap hari akan tetapi setiap hari raya saja. Dari itu keluarga membuat ketupat untuk dipasang di atas pintu ruang tamu atau dibagi-bagikan kepada tetangga. Hal tersebut berbeda ketika kita lihat konteks ketupat di Jawa, yang mana ketupat digunakan sebagai simbol ungkapan permintaan maaf.


Dari sedikit gambaran di atas dapat kita lihat bahwa ritual merupakan suatu aktifitas keagamaan yang sakral atau profan. Namun tak lepas dari kultur, ritual bersifat eksklusif dan formal. Setiap agama memiliki masing-masing ritual. Walaupun ada kemiripan akan tetapi makna dan tujuannya berbeda. Selain itu ritual keagamaan  juga mempunyai fungsi memperkuat ikatan sosial ataupun kelompok dan dapat mengurangi ketegangan.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment