Luthfi 'Afif*)
Islam
hadir di Indonesia dengan misi Revolusi pemikiran tanpa menanggalkan paham dan
adat lama. Kehadiran Islam ini berjalan dinamis dan lentur, dalam artian, Islam
datang sesuai dengan kondisi masyarakat dapat dilihat dari bentuk simbolis.
Seperti kata shalat menjadi sembahyang. Bentuk arsitektur seperti bangunan
Masjid yang menyerupai bangunan Hindu-Budha.
Dalam
proses Islamisasi dapat disimpulkan Islam berbeda dari negara aslinya, yang mana
menurut Kuntowijoyo, Islam mengalami Indonesiasi. Ketika dosis islamnya lebih
besar maka yang terjadi konserfatif sebaliknya ketika dosis rendah mengalami
sinkretis. Atau meminjam bahasa C. Geertz: Islam Abangan dan Islam Priyayi yang
mana dosis Islam dari keduanya sangatlah rendah, sehingga cara beragamanya
bercorak Animistik dan menekankan aspek-aspek Hindu.
Manifestasi
dari prilaku beragama masyarakat, dapat dilihat dari praktek beragama seperti
pesta-pesta ritual yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk mengusir roh jahat
yang dianggap sebagai sumber bencana. Dapat juga dilihat dari sistem yang
berkaitan dengan etik, tari-tarian dan berbagai bentuk kesenian, bahasa dan
pakaian yang biasanya dipraktekkan oleh golongan Priyayi.
Secara
kuantitatif proses islamisasi di Indonesia dapat disimpulkan sudah lama
selesai, kususnya di wilayah Jawa. Sebagai bentuk prestasi dari dakwah yang
dilakukan oleh Wali Songo. Ini dapat dilihat dari sensus penduduk dari tahun ke
tahun yang membuktikan Islam menjadi mayoritas sampai sekarang. Namun yang
menjadi persoalan kemudian adalah masalah kadar intensifikasi penghayatan Islam
sebagai ruh dalam cara hidup beragama masyarakat pada umumnya. Maka dalam
kaitannya dengan hal tersebut kita harus melihat sepak terjang Organisasi Islam
seperti Sarekat Islam, Muhhamadiyah, Nahdlatul Ulama’, Persis, Perti,
Al-Wasliyah, Front Pembela Islam, Dll. Corak sepak terjang dari organisasi-organisasi
tersebut bergerak melalui media pendidikan, sosial kemanusiaan, politik,
dakwah, dll. Sedikit kita soroti sepak terjang gerakan di era modern abad XX
dengan senjata baru yaitu “organisasi”.
Dalam
perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia, Islam turut memberikan kontribusi
besar terhadap terbentuknya negara. Dimulai dari munculnya SDI tahun 1904
sebagai anti tesis dari monopoli komersial dan hegemoni politik yang dilakukan
oleh kolonial Belanda. Hinga pada tahun 1912 SDI berubah menjadi SI sebagai
wadah untuk merangkum seluruh elemen masyarakat. Selain fokus menggarap koprasi
dengan konsep sosialisme islam, ide itu lahir dari gagasan Hos Cokroaminoto
sebagai tawaran terhadap kondisi islam yang dipahami sebagai agama yang non
ideologis. Selain itu SI juga bergerak dibidang politik hal ini terbukti dari
ketakutan Belanda yang memberikan pengawasan kusus terhadap organisasi SI.
Namun
dalam perjalanannya SI pecah karena aktifitas SI yang dinilai reaksioner. Hingga
Si pecah dari dalam. Selain itu faktor eksternal juga turut menyelenggarakan
terpecahnya SI. Karena pada masa itu idiologi Maxis yang dibawa oleh orang Belanda
berhasil menjangkit ke dalam tubuh SI Semarang. Dari hal itu kemudian lahir SI Sayap
Merah yang dikreatori oleh Semaoen. Soemaun yang terlalu dekat dengan Sneflid, praktis
mempengaruhi pemikiran dan praktek gerakan.
SI yang
dulu dinilai lembek setelah menjadi merah berubah menjadi gerakan yang radikal
dan non kompromis. Tahun 1921 lahirlah Partai Komunis Indonesia sebagai satu-satunya
organisasi politik yang membawa terminologi baru terhadap identitas baru
Negara. Corak gerakan SI didominasi oleh para pedagang atau para borjuis
sedangkan PKI dimotori intelektual menengah dengan basis massa kaum buruh.
Ajaran
Islam yang dipakai SI sebagai analisis dan kritik sosial dalam masyarakat belum
memberikan langkah yang revolusioner karena SI terjebak kepada langkah praktis
yang hanya mewakili kelas menengah tanpa memberikan tawaran perubahan nasib
kaum buruh. Sehingga poros kekuatan berpindah kepada PKI.
Sosialisme
Islam yang ditawarkan SI hanya sebatas teori tanpa memberikan langkah teknis. Akhirnya
berujung kebuntuan agresi. Hal ini jelas SI tidak mempunyai keberpihakan kelas.
SI tidak hanya pecah menjadi sayap merah akan tetapi SI juga melahirkan corak
gerakan Islam yang konserfatif, yang diawali dari pemecatan Soemarjan Kartosoewiryo
yang membentuk barisan NII. Terlepas dari sikap politik dari Kartosoewiryo yang
tidak sepakat dengan Islam yang digunakan sebagai ideologi sosialisme, yang
menurut dia hanyalah penghancuran Islam dari dalam.
Sampai
pada akhirnya Islam kalah dalam membentuk konstitusi negara, tawar-menawar
konsep yang diwakili oleh para kiai kalah dengan orang-orang Islam sekuler yang
lebih mengutamakan ideologi nasionalis. Pada akhirnya tumbuhlah Partai Masyumi sebagai
lanjutan dari MEAI.
Pada
tahun-thun pertama kemerekaan Islam yang diwadahi oleh Masyumi bergerak sangat
progresif. Karena di dalamnya ada Kasman Singo Dimejo yang memberi pandangan
baru terhadap gerakan Islam. Gerakan Islam yang dimobilisasi oleh Masyumi menuju
arah radikal dan dicurigai ingin mengembalikan semangat islamisme di indonesia
hingga pada akhirnya dibubarkan paksa oleh presiden. Dari situlah organisasi Islam
mulai bercerai berai.
Tanggal 19
tanggal 1 Mei 1952, NU bersama dengan PSII dan Perti membentuk Liga Muslim
Indonesia sebagai wadah kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam
Pemilu tahun 1955 NU muncul sebagai partai politik terbesar ke tiga. Pada masa
orde baru NU bersama partai politik lainnya (PSII, Parmusi, Perti) berfungsi
dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemudian sejak tahun 1984 NU
menyatakan diri kembali ke khittah 1926, artinya melepaskan diri dari kegiatan
politik, meskipun secara pribadi-pribadi anggotanya tetap ikut berkiprah dalam
berbagai partai politik.
Pada
masa reformasi (1999) para tokoh NU yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid
mendirikan partai politik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kemudian
termasuk 5 besar pemenang Pemilu pada tahun tersebut. Melalui poros tengah,
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang
nomor satu di RI, meskipun hanya berumur satu tahun.
Peranan
NU sebagai organisasi dalam perjuangan mengusir penjajah dan mempertahankan
kemerdekaan tidak diragukan lagi. Bahkan para kiai dan santri memikul senjata
(bambu runcing atau golok) untuk berjihad fi
sabilillah. Tercatat dalam sejarah, tanggal 23 Oktober 1945, NU
mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan tentara penjajah. Dan dari situlah
timbul partai Nahdlatul Ulama yang pada kemudian hari berubah menjadi PKB juga Persis
yang mempunyai basis masa kuat di jawa barat.
Selain
itu bisa kita lihat matahari terbit dari Yogyakarta yaitu organisasi
Muhammadiyah (1912). Organisasi ini mengusung semangat pembaharuan dari latar
belakang kondisi umat Islam yang waktu itu banyak yang melakukan praktek TBC
(takafur, bitah, kurofat). Kondisi ini menurut pandangan Muhammadiah dikarenakan
faktor kurangnya pendidikan. Garapan fokus Muhammadiyah pertama adalah
pendidikan ala modern dengan tujuan mengikis pola pikir lama.
Banyak
anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan Belanda maupun
Jepang. Masa mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru dan Masa
Reformasi. Mereka tersebar di berbagai organisasi pergerakan, organisasi partai
politik dan lembaga-lembaga negara. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal
seperti KH. Mas Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah
para pejuang yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR.
Fakhruddin, Dr. Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah
tokoh-tokoh Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia.
Bidang-bidang
yang ditangani Muhammadiyah antara lain mendirikan: 1) Panti asuhan untuk anak
yatim piatu., 2) Bank Syari’ah untuk membantu pengusaha lemah., 3) Organisasi
wanita yang bernama Aisiyah dan organisassi kepanduan Hizbul Wathan, Pemuda
Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985 Muhammadiyah sudah
memiliki 12400 lembaga pendidikan yang terdiri dari 37 perguruan tinggi dan
sisanya adalah TK sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah
bertambah menjadi 78 lembaga.
Dalam
bidang kesehatan Muhammadiyah mendirikan Poliklinik, Rumah Sakit dan Rumah
Bersalin. Data tahun 1990 telah memiliki 215 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah
Bersalin.
Kesimpulan
Islam
dapat dilihat dari perjalanan sejarahnya di indonesia selalu mengalami
diskriminatif dan kehilangan fokus perjuangan. Hal ini dikarenakan kelenturan
dari Islam itu sendiri dan juga dangkalnya pemahaman pemeluk Islam terhadap
ajaran. Semangat rahmatan lilalamin mengindikasikan Islam sebagai ajaran yang
bebas aktif atau akomodatif namun selektif. Landasan ini mengakibatkan
kekacauan bagi pemeluk dalam Islam karena dapat diartikan Islam sebagai doktrin
kaku dan juga diartikan doktrin yang fleksibel. Dari situlah Islam dapat pecah
menjadi dua ekstrim; pertama terkesan intoleransi dan ekstrim yang kedua toleransi
kebablabasan dan cinderung sekuler.
Tantangan
yang dihadapi dalam proses pengajaran agama Islam ketika dosis yang diberikan
hanya sediki,t wal hasil akan menimbulkan pola pikir singkretisme, ketika
dosisnya terlalu kuat akan melahirkan pola pikir masyarakat yang konserfatif
dan tidak toleran. Perlunnya membumika pemahaman langit, dalam artian ajaran Islam
yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits butuh metode pendekatan baru. Karena
selama ini Islam hanya dipahami sebagai agama yang hanya menggajarkan hadza halal wahadihi harom pada akhirnya
tidak sinergis antara konsep ajaran langit dan proses sosial masyarakat. Dikarenakan
keduanya mempunyai hukum sendiri-sendiri.
Ada juga
kelompok yang terlalu memhami Islam secara sempit, hantam sini tuding sana, dengan
dalih amar ma’ruf nahi mungkar. Dalam
fenomena ini perlu diingat bahwa Islam adalah agama langit untuk kemakmuran dan
kebahagiaan bumi. Agama ini akan mudah bersemayam dalam hati dan otak manusia
bila disampaikan dengan bijaksana. Wallahu
a'lam
ConversionConversion EmoticonEmoticon