Dongeng
dari Sayap Kiri adalah kumpulan cerita pendek yang di tulis dari satrawan lintas benua
yang hidup di zaman geger revolusi. Mereka bukan hanya pengamat dalam perubahan
yang melanda negaranya, tetapi juga turut andil dalam pergolakan revolusi.
Buku ini diawali
dengan cerpen dari Maxim Gorky yang berjudul “Dua Sahabat”, kemudian karya
Gabriel Garcia Marquez berjudul “Wanita Yang Datang Pukul Enam”, disambung
dengan karya Jhon Steinbeck yang berjudul “Bunga-bunga Krisan”, dilanjutkan
dengan karya Jean-Paul Sartre yang berjudul “Dinding”, di ahiri oleh karya Lu
Hsun yang berjudul “Obat”. Semuanya diterjemahkan secara epick dan dengan bahasa yang mampu membuat kita
terpukau disetiap lika-liku cerita yang ditampilkan.
Menjadi
menarik, karena judul dari kumpulan cerpen ini adalah Dongeng dari Sayap Kiri. Bukan
tanpa alasan menyematkan judul tersebut, melainkan mewakili jiwa dari gagasan
cerita yang diusung oleh para pengarang.
Ada lima nama besar yang mengisi buku kumpulan
cerpen yaitu:
1.
Maxym
Gorki merupakan salah seorang sastrawan Rusia, yang ikut serta dalam hiruk
pikuk revolusi sosialis 1917. Novel yang terkenal lahir dari tanganya berjudul “Mother”—sudah
dialih bahasa oleh sastrawan kondang Indonesia Prammoedya Anantatoer diberi
judul “Ibunda”, kumpulan cerita pendek berjudul “Tales Of Italy” dan karya
drama “The Lower Depth”. Dia dikenal sebagai sastrawan revolusioner, terutama
gagasannya mengenai “sastra realisme sosialis”.
2.
Gabriel
Garcia Marquez, dikenal melalui novel “One Hundred Yeras of Solitude”, kumpulan
cerita pendek “Innocent Erendira”, serta beberapa karya lainnya yang membawanya
meraih penghargaan Nobel Kesusastraan tahun 1982, membuatnya menjadi sastrawan
terdepan Amerika Latin.
3.
Jhon
Steinbek, pengarang dari Amerika peraih Nobel Kesusatraan tahun 1962. Ketika ia
merilis novel “In Dubious Battle”, ia sempat diasingkan publik Amerika karena
gagasa-gagasan kirinya di novel tersebut. Banyak menulis karya yang antara lain
“Grapes of Wrath” (novel) dan “The Salinas Valey” (kumpulan cerita pendek).
4.
Jean-Paul
Sartre, selain filsuf ia juga seorang penulis sastra. Karya-karya yang terkenal
antara lain “Nausea” (novel), “The Wall” (kumpulan cerita pendek), dan beberapa
naskah drama. Ia memperoleh Nobel Kesusatraan tahun 1964 yang ia tolak karena
menganggap hal itu sebagai cara kaum borjuis membekukan nilai-nilai mereka
dalam sastra.
5.
Lu
Hsun, dia dikenal melalui karyanya yang berjudul “The Diary of a Madman”,
sebuah satir atas kebudayaan Cina. Meskipun bukan anggota partai komunis, Mao
Zedong sendiri menyebutnya sebagai “penulis dan pemikir revolusioner”.
Kelima
sastrawan tersebut adalah sastrawan yang berpihak pada nasib rakyat atau lebih
dikenal dengan satrawan berhaluan kiri. Gagasan yang diusung adalah menolak sastra
borjuis yang lebih mengagungkan teknis dan formal, lebih mementingkan bentuk
daripada isi.
Gaya
satra yang ditampilkan menggambarkan bagaimana kondisi struktur msayrakat,
menerangkan secara detail, dramatis bentuk penghisapan yang dilakukan oleh
sistem kapitalis, membangun narasi tentang solidaritas kaum buruh yang penuh
dengan heroisme dan dibalut dengan tragedi. Gaya tersebut menjadi sebuah
antitesa dari perkembangan sastra yang jauh dari keresahan masyarakat.
kontruksi penulisan sastra realis sebagai konsekwensi logis dari pergolakan
revolusi pada awal abad 20.
2 komentar
Click here for komentarSudah langka ya buku ini ?
Replyiya bro
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon