Lelaki di Tangan Wanita

(Sebuah catatan dari Novel “The Kreutzer Sonata” Karya Leo Tolstoy)

Merupakan sesuatu yang membingungkan ketika ditanyakan siapakah berkuasa antara lelaki dan wanita. Karena di antaranya terdapat misteri-misteri tersendiri, yang terselubung secara alamiah muncul ke dalam kehidupan. Dan misteri itu akan terus membangun kerajaan tersendiri di antara keduanya. Sehingga, dalam kehidupan, untuk menentukan penguasa—pemegang kendali kehidupan—antara lelaki dan wanita akan terus menjadi perdebatan.

Secara sosiologis, pertanyaan tersebut telah mendoktrin sejak dahulu, bahwa laki-laki berada di atas tingkat kehidupan wanita. Begitupula dalam agama. Hawa, hanya sebilah rusuk dari Adam. Secara spontan dapat disebutkan, bahwa wanita itu adalah sebagian kecil dari lelaki. Tapi apakah sesederhana itu keadaannya?

Leo Tolstoy dalam novelnya ‘The Kreutzer Sonata’, judul yang diadopsi dari tembang karya Beethoven ini membawa pembaca pada perenungan lebih mendalam mengenai lelaki dan wanita. Perenungan yang tidak sesederhana beranggapan bahwa lelaki memiliki tingkat kekuasaan lebih tinggi dari pada wanita.
Dalam novel ini, Tolstoy membuka ruang ceritanya pada sebuah kereta, dengan tokoh Posdnicheff. Seorang yang selalu ambigu menafsirkan kehidupan cinta dan keluarga. Secara runut Leo Tolstoy, diwakili oleh tokoh Posdnicheff menceritakan tentang pengalaman hidupnya dengan seorang istrinya yang ia bunuh dengan tikaman belati. Dengan tujuan, ingin meruntuhkan kekuasaan istrinya terhadap dirinya dalam keluarga.

Dalam setiap hal, Posdnicheff akan selalu kehilangan daya ketika berhadapan dengan istrinya di ranjang. Ketika romantisme membawa keduanya ke alam surga, yang mungkin sangat membahagiakan. Tidak ada batas etalase sedikit pun yang bisa menghalangi kebahagiaan mereka ketika di ranjang. Sehingga kemarahan, kebencian, kegundahan, serta merta luluh di dalam dekapan istrinya.
Dalam konteks berbeda, Posdnicheff menggambarkan kehidupan sosial orang-orang yang selalu patuh kepada seorang wanita ketika dalam percumbuan. Tidak ada derajat atau kewibawaan seorang lelaki yang sedang bercumbu dengan seorang wanita. Sehingga segala bentuk kekuasaan dalam diri lelaki telah diluluhkan oleh daya tarik dan pesona tubuh wanita (birahi).

Bagi Posdnicheff, ini merupakan penjajahan moral bagi seorang lelaki. Yang secara sosiologis telah diakui bahwa wanita memiliki kedudukan di bawah lelaki, ternyata bisa menundukkan lelaki di bawah pesona tubuhnya yang anggun. Atas dasar itu pula, Posdnicheff membunuh istrinya karena telah menampilkan tembang, The Kreutzer Sonata bersama seorang lelaki lain di depan khalayak ramai. Dalam pikirannya, Posdnicheff menyimpan banyak kebencian mendalam. Karena istrinya telah berusaha menguasai para lelaki yang sedang asyik menonton pertunjukannya. Maka itu, dengan darah mendidih ia menikam istrinya dengan sebuah belati. Dan ia merasa menang dan merdeka dari penjajahan istrinya.

Novel ini terbit pertama pada, 1889. Karya yang dicekal oleh pemerintahan Rusia ketika itu. Sebuah zaman yang cukup lampau. Masa yang mungkin, konsep modernisme belum terbentuk dalam khasanah kehidupan global. Tapi, jika ditarik kepada kehidupan modern saat ini—atau postmodern—fenomena dalam novel tulisan Leo Tolstoy ini masih sangat penting untuk diperhatikan. Karena semarak kehidupan manusia yang bertambah carut-marut, dengan memandang latar dari fisik adalah kunci dari kehidupan. Selain itu, begitu banyak fakta menunjukkan, betapa hakikatnya begitu banyak manusia modern kini yang tunduk di tangan wanita.


Nah, lantas siapa berkuasa? Laki-laki atau wanita? Kalau ditarik dari sudut pandang agama, jelas laki-laki adalah yang berkuasa. Ditarik dari sudut pandang sosiologi konvensional, juga sudah dapat ditebak bahwa laki-laki cenderung lebih berkuasa dari pada wanita. Dari sudut pandang psikologi manusia secara umum, tidak berbeda. Mereka sudah terdoktrin oleh anggapan bahwa lelaki itu lebih berkuasa dalam kehidupan. Dengan begitu banyaknya kendali dalam kehidupan yang dipegang utuh oleh laki-laki. Akan tetapi, benarkan sudut pandang itu selesai sesederhana itu? Leo Tolstoy mengganggu ketenangan alam sadar kita (pembaca) untuk merenungkan kembali secara lebih substansial dan mendalam tentang siapa berkuasa di antara laki-laki dan wanita. Sebuah novel yang mengambil sisi sudut pandang yang tidak konvensional. Hemat saya, ini sebuah novel yang sangat penting untuk dimuseumkan. Karena makna di dalamnya tidak akan pernah selesai direnungkan. Terlebih, ketika zaman mulai bertambah kehilangan eksistensi fitrah kehidupannya.

ConversionConversion EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv
Thanks for your comment